Senin, 10 Desember 2012


Sudahkah kita Tarbiyah sudahkah kita tarbiyah.... ? rasanya ada beberapa jawaban/ alasan jika kita menjawab pertanyaan diatas. -kita sudah tarbiyah karena sdh memiliki Murobbi yg membimbing kita -kita sudah tarbiyah karena tiap pekan ada liqoan. -kita tarbiyah karna mendapat sebuah materi dari MR yg berkelanjutan. Namun apakah dengan alasan itu kita sudah menjadi tarbiyah. yuk kita selidiki kemudian koreksi apakah kita termasuk orang hasil produk tarbiyah.. Ada banyak ayat Alqur'an yang menjelaskan kata Rabb. Rabb adalah Nama Allah dalam makna sebagai pendidik dan pemberi perhatian. Abdurrahman An-Nahlawi dalam buku " Sudahkan kita Tarbiya" Ust .Eko Noviyanto.menjelaskan tiga akar kata TARBIYAH, yaitu sebagai berikut : 1.RABA-YARBU = Bertambah & Berkembang. 2.RABIYA-YARBA= Tumbuh & Berkembang. 3.RABBA-YARUBBU = Memperbaiki, Mengurusi, mengatur, menjaga & memperhatikan. sedangkan Imam Baidhawi menyebutkan bahwa kata Ar-Rabb memiliki makna TARBIYAH yang artinya menyampaikan sesuatu hingga menyampai kesempurnaan setahap demi tahap. dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Tarbiyah adalah sebuah proses yang menumbuhkan, menambahkan sesuatu tahap demi tahap. Nah itulah makna tarbiyah, yaitu dimana sesorang yg sudah tarbiyah ia akan berubah/ tumbuh/ tambah segala sesuatunya, tentunya berubah dalam hal yg baik. karna perubahan adalah keniscayaan, tumbuh karna bertambahnya wawasan, berubah karna ilmu yg diamalkan. kemudian apa sih ciri- ciri orang yg sudah tarbiyah..? sebelum mengetahui kita lihat dulu ne VISI dari Tarbiyah itu sendiri. VISI ini saya dapatkan dalam buku ust. Eko Noviyanto. berikut VISI nya: * Tarbiyah menjadikan seseorang menjadi Dai yg Produktif, siap memikul Beban dakwah. * Tarbiyah menjadikan sesorang memiliki wawasan Ilmu. * Tarbiyah mendukung potensi setiap orang demi mendukung dan mewujudkan cita- cita secepat mungkin. nah entuh die VISI dari tarbiyah, sekarang kita lihat bagaiman ciri orang yg sudah Tarbiyah.. Cekidottttt..... 1.Kita sudah TARBIYAH jika kita terbuka terhadap perubahan. Seperti makna Tarbiyah itu sendiri yaitu seni mengubah manusia. ( Ibnu Taimiyah)bahwa tarbiyah adalah mengubah sesorang mjdi lebih baik, karena perubahan adalah keniscayaan. nah kita sudah tarbiyah jk kita sudah berubah, yg tadinya stupid mejdi pintar, yg tadinya kurang Faham menjadi Faham yang tadinya belum sholeh menjadi Sholeh.. 2.Kita sudah Tarbiyah jika mampu bersikap tegas dan menghindarkan diri sikap agresif. Tarbiyah menajdikan sikap sesorang menjadi tegas bukan agresif. tegas menolak praktek syirik,menolak kemaksiatan , cerdas berdakwah, sanggup mempertahankan eksistensi dakwah. 3.Kita sudah Tarbiyah jika kita menjadi Pribadi yang Proaktif. kita tarbiyah jk kita ikut bergabung dalam hal kemanfaatan. Ringan tangan. suka membantu, mendukung suatu hal yg bersifat manfaat. 4.Kita sudah tarbiyah jika menjadi Pribadi yg memiliki Mawas diri. Komunitas Tarbiyah adalah komunitas manusia yg tak bebas dari kesalahan. dengan segenap keunggulan dan kelemahan tersebut seringkali dapat terjadi sikap menonjolkan dan merendahkan. Gaja dipelupuk mata jelas kelihatan sedang semut disebrang lautan jelas nampaknya. Nah kita tarbiyah tridak mudah menyalahkan orang lain. justru ketika ada suatu hal yg kurang berkenan mereka berintropeksi diri, kemungkinan kesalahan tersebut ada pada diri saya, 5. Kita sudah Tarbiyah jika menjadi pribadi yang Mnadiri. Kalau yg ini pasti sudah tahu lah teman- teman. kan sudah dijelaskan oleh MR kita dalam 10 Muwashofat. salah satunya " Qodirun 'alal Kasbi" yaitu tidak tergantung pada orang lain. 6.kita sudah tarbiyah jika adalah sosok yg Berperasaan , tetapi tidak emosional. 7.kita sudah Tarbiyah jika kita sanggup belajar dari kesalahan. 8.kita sudah Tarbiyah jika hidup dimasa sekarang, bersikap Realistis dan berpikir Relatif. Kita tarbiyah jika kita bersikap realistis,berpikir Relatif , tidak mutlak- mutlakan dan memiliki Kepercayaan yang tinggi.Dunia kita ini tidak HITAMPUTIH. Tidak ada sosok, oknum, maupun institusi yang serbah putih, segalanya berpotensi menjadi salah, demikian pula sebaliknya. Menghakimi atau menuding bukan lah hal yg diajarkan oleh tarbiyah, oleh karena itu target dari dakwah bukan menciptakan Hakim tapi menciptakan Da'i. Nah itulah ciri dari orang yg sudah tarbiyah, namun masih banayk lagi mungkin yang teman pikirkan. kemudian bukan mencari atau menghafal tujuan kita, namun merenungi apakah kita sudah termasuk dalam katagori diataas... itu yg lebih penting. hehehhe yuPKS selamat nbermuhasabah.semoga bermanfaat. disadur dari Buku " Sudahkah kita Tarbiyah ?" Ust. Eko Noviyanto.

Rabu, 13 Juni 2012

Ada banyak kisah dalam sekitar kita, suka , duka,turun , naik bahkan datar yang dialami oleh keluarga, sahabat atau tetangga kita. Masih teringat dengan kutipan buku “ Sahabat diciptakan agar kita bisa belajar, bercermin dari mereka, mengambil segala yang baik , bukan untuk mencari – cari aibnya“ Ya.. itulah gunanya seorang sahabat, teman atau sesorang yang berada di sekitar kita, bahwa dalam berinteraksi dengan mereka kita mengambil sesuatu yg bermanfaat, kemudian kita termotivasi dan mencoba untuk mengamalkanya. Teringat sebuah cerita teman kepada saya “ teman saya orang yg pintar, rajin, ulet saya yakin dia akan sukses nantinya dengan sikap gigihnya itu “ Begitu juga teman yang lain” Wah bisa bobrok aku jika berteman dengan dia, ga karuan ahlaknya “ Begitulah singkat cerita, kadang kita harus jelih ketika memilih teman,karena memang begitu banyak teman yang bertebaran, tinggal bagaimana kita memilihnya. bagaimanapun seorang teman adalah gambaran bagi diri kita, jika ia wangi kitapun akan memperoleh wewangianya , sebaliknya jika ia bau gosong sebisa mungkin kita hindari, syukur- syukur bisa memberikan aroma wangi agar tidak bau gosong lagi.

Kamis, 18 Maret 2010

Senin, 17 Agustus 2009

Quantum Tarbiyah


Pada-Mu Rabbi Aku Berjanji…

Allah berfirman,
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS At Taubah : 111)

Karena kita sudah berjanji...
Mau tidak mau, sadar atau tidak, terpaksa atau rela, kita sudah berjanji kepada Allah. Berjanji untuk tunduk kepada aturan-Nya, menjadikan Allah sebagai Rabb kita. Sejak dalam kandungan sesungguhnya manusia telah diminta perjanjian atau transaksi untuk menyembah hanya kepada Allah.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS Al A’raf : 172)

Tidak dipaksa untuk bersyahadat
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al Baqarah : 256)

Menurut Dr. Abdullah Nashih Ulwan, pakar pendidikan Islam, dalam kitab Tarbiyah Ruhiyah bahwa salah satu jalan menuju taqwa adalah mu’ahadah. Yakni selalu mengingat perjanjian dengan Allah. Dalam sehari minimal 9 kali seorang muslim mengucapkan persaksiannya bahwa tidak ada ilah yang haq untuk disembah kecuali hanya Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah.

Ikrar ini memiliki konsekuensi sebagai mitsaqan ghalizha, perjanjian yang agung. Terlebih karena ikrar ini kita ucapkan dengan sesadar-sadarnya dalam shalat tanpa paksaan sama sekali.

Kita telah berjanji, terpaksa atau dengan senang hati. Mu’ahadah berarti kita mengingat itu semua sebagai konsekuensi dari janji, karena setiap janji akan dimintai pertanggung jawabannya. Maka tepatilah janjimu. Allah berfirman,

"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS An Nahl :91)

Untuk Memenuhi Janji Itu

Janji adalah energi. Kekuatannya dahsyat merasuk ke dalam hati. Sebab ia mengikat untuk diikuti dan dipatuhi.

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…" (QS Al Ma’idah : 1)

"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar." (QS Al Fath : 10)

Penuhilah janjimu!
Karena kita sudah berjanji dan wajib menunaikannya, maka kita kita harus menenggelamkan diri dalam atmosfir tarbiyah untuk meningkatkan kualitas diri, keluarga dan masyarakat guna meraih kesempurnaan Islam, Iman, dan Ihsan serta mendapat ridha Allah.

Mengakui keunikan pribadi
Tarbiyah tidak dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang seragam, atau menyeragamkan kepribadian. Tetapi justru mengakui keberagaman dan keunikan untuk diberdayakan sesuai keistimewaan yang telah Allah anugerahkan. Karena kata Nabi setiap manusia memiliki karakteristik masing-masing. "Sebaik-baik kalian di era jahiliyah, sebaik-baik pula di era Islam".

Dimulai dari diri sendiri
Ini tentu menuntut adanya kefahaman, keikhlasan, pengamalan, ketaatan, pengorbanan, kemurnian dan ketulusan, kerja sama serta saling percaya (tsiqah). Tarbiyah yang dibingkai kesadaran penuh inilah yang akan membawa seseorang pada kekokohan sikap, atsbatuhum muqiifan.

Komitmen terhadap diri sendiri
Rahasia sukses ada di tangan kita. Kitalah yang menentukan sukses maupun kegagalan kita. Imam Hasan Al-Hudhaibi berpesan, "Tegakkanlah daulah Islam di dadamu maka akan tertegak ia di bumimu". Jangan menuntut orang lain, tapi tuntutlah diri sendiri. Ajaklah orang lain dengan magnet kebaikan, serulah manusia dengan teladan utama, kuatkan pengaruhmu dengan ketulusan jiwa, jaga dirimu di mana saja berada dengan akhlak mulia, buka pertolongan Allah dengan banyak ibadah.

Terbatas tapi teratas
Orang yang terbatas justru kreatif. Kami yakin bahwa tarbiyah yang sukses bukan terletak pada banyaknya, mahalnya, lengkapnya fasilitas yang ada, tetapi lebih pada kemauan yang kuat dan kreativitas yang selalu terasah. Sehingga apapun keadaannya aktivitas tarbiyah tetap berlangsung, meski dalam keterbatasan, bahkan sangat terbatas.

Kita tidak berorientasi kepada keterbatasan tapi bagaimana menciptakan kemelimpahan. Kitalah yang menciptakan kondisi. Kitalah yang membuat momentum itu menjadi ada. Kitalah yang berupaya menghadirkan perubahan menjadi nyata dan agar eksistensi tetap terjaga.

Membangun Kecerdasan Tarbiyah

"Tak kudapatkan cela yang paling besar pada diri seseorang selain kemampuannya untuk sempurna, tetapi dia tidak mau berjuang untuk meraihnya." (Abu Thayyib Al Mutanabbi)

Tarbiyah itu mencerdaskan
Empat kunci ketenangan hidup
"Aku bisa tenang menjalani hidup ini karena empat hal. Pertama, aku tahu bahwa rezekiku tidak akan jatuh ke tangan orang lain, maka hatiku menjadi tenang. Kedua, aku tahu bahwa tugasku tidak akan dikerjakan orang lain, maka aku sibukkan diriku dengannya. Ketiga, aku tahu bahwa Allah selalu melihatku, maka aku malu jika aku menjatuhkan diriku dalam lumpur dosa. Keempat, aku tahu bahwa ajal itu pasti datang, maka aku selalu bersiap-siap menantinya." (Imam Hasan Al-Basri)

Tarbiyah adalah cara cerdas untuk bahagia, menggapai apa yang semestinya kita dapatkan, menyempurnakan kekurangan, menutup aib dan cela, mengubah tantangan menjadi peluang, mengubah hambatan menjadi kesempatan.

Ciri orang cerdas adalah orang berpikir dan bertindak lebih cepat dari masanya.

Kecerdasan itu dicapai dengan usaha yang serius dan terus menerus. Serius bukan berarti tidak pernah tertawa. Serius tarbiyah juga bukan berarti tidak bekerja, hanya melulu tarbiyah, bukan itu. Justru orang yang serius itulah yang hidup dengan visi dan misi yang jelas, hidup untuk memberi manfaat, serius dalam amal dan ibadah, agar hidup terasa lebih nikmat.

Lakukan Positioning diri
Beriman berbeda dengan sekedar berislam. Sebab iman tidak akan bermanfaat tanpa amal. Firman Allah,
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (QS Al Hujurat : 14-15)

Katakan dengan prestasi
Tiga kunci kebaikan
"Ada tiga hal yang apabila ketiganya ada pada dirimu, niscaya akan turun kebaikan dari langit dan pasti kamu akan mendapatkan bagiannya. Pertama, hendaklah amalanmu hanya untuk Allah SWT. Kedua, sukailah doa yang menjadi milik orang lain seperti engkau menyukai untuk dirimu. Ketiga, jagalah kehalalan makananmu semampumu." (Abu Hudzaifah ra.)

Raih suksesmu
Rasulullah SAW bersabda,
"Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang terasa menggangu jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui manusia." (HR Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda,
"Barang siapa membuatnya bahagia dengan kebaikannya dan bersedih karena keburukannya, maka dia adalah orang mukmin."

Sukses itu bikin Percaya Diri
Ada lima golongan yang bakal menyesal. Siapa mereka?
1. Orang yang kehilangan kesempatan beramal.
2. Orang yang terputus dari saudaranya saat tertimpa musibah.
3. Orang yang berhasil menangkap musuh tapi lepas kembali karena penjagaannya yang lemah.
4. Orang yang meninggalkan istri shalihah jika diuji dengan wanita yang buruk.
5. Orang yang bermaksiat hingga ajal menjemputnya.
(Ibnul Muqaffa’)

Dari sukses diri dalam melakukan kebaikan itu tumbuhlah rasa percaya diri. Setelah kita percaya diri, maka kita akan bisa melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak lagi.
Diantara balasan kebaikan itu adalah mengajak saudaranya, kebaikan yang lain.
Misalnya, kalau kita bangun malam, lalu shalat malam maka akan terbuka kebaikan lain seperti dzikir, tilawah, doa, bahkan tergerak untuk berniat puasa sunnah.

Barengilah dakwah kita dengan bekal ilmu agar lebih seru dan bermutu. Kepercayaan diri kita akan bertambah saat kita meraih kesuksesan, meskipun berasal dari sukses-sukses yang kecil. Adapun ketika menghadapi masalah, maka hal ini akan membuat kita lebih termotivasi untuk bisa meraih sukses yang lebih besar.

Sebaiknya jangan mengabaikan sukses-sukses kecil itu. Percayalah, bahwa sesungguhnya dari sukses-sukses kecil itu akan menjadi kesuksesan yang luar biasa pada bisnis kita di masa depan. Selamat menempuh hidup baru di jalan dakwah.

Ciri orang cerdas adalah orang yang tidak rela menyerah kalah dari segala bentuk kekurangan, serius melakukan perbaikan, sungguh-sungguh menggunakan kesempatan, dan kontinyu dalam menggandakan kebaikan.

***

Sumber : Quantum Tarbiyah, Ustadz Solikhin Abu Izzuddin

Selasa, 11 Agustus 2009

Da'wah Dusta




Ada sebuah kisah cantik yang dikutip oleh Syaikh ’Abdullah Nashih ’Ulwan dalam Taujih Ruhiyah-nya. Kisah menarik ini, atau yang semakna dengannya juga termaktub dalam karya agung Ibnul Qayyim Al Jauziyah yang khusus membahas para pencinta dan pemendam rindu, Raudhatul Muhibbin.

Ini kisah tentang seorang gadis yang sebegitu cantiknya. Dialah sang bunga di sebuah kota yang harumnya semerbak hingga negeri-negeri tetangga. Tak banyak yang pernah melihat wajahnya, sedikit yang pernah mendengar suaranya, dan bisa dihitung jari orang yang pernah berurusan dengannya. Dia seorang pemilik kecantikan yang terjaga bagaikan bidadari di taman surga.

Sebagaimana wajarnya, sang gadis juga memendam cinta. Cinta itu tumbuh, anehnya, kepada seorang pemuda yang belum pernah dilihatnya, belum pernah dia dengar suaranya, dan belum tergambar wujudnya dalam benak. Hanya karena kabar. Hanya karena cerita yang beredar. Bahwa pemuda ini tampan bagai Nabi Yusuf zaman ini. Bahwa akhlaqnya suci. Bahwa ilmunya tinggi. Bahwa keshalihannya membuat iri. Bahwa ketaqwaannya telah berulangkali teruji. Namanya kerap muncul dalam pembicaraan dan doa para ibu yang merindukan menantu.

Gadis pujaan itu telah kasmaran sejak didengarnya sang bibi berkisah tentang pemuda idaman. Tetapi begitulah, cinta itu terpisah oleh jarak, terkekang oleh waktu, tersekat oleh rasa asing dan ragu. Hingga hari itu pun tiba. Sang pemuda berkunjung ke kota si gadis untuk sebuah urusan. Dan cinta sang gadis tak lagi bisa menunggu. Ia telah terbakar rindu pada sosok yang bayangannya mengisi ruang hati. Meski tak pasti adakah benar yang ia bayangkan tentang matanya, tentang alisnya, tentang lesung pipitnya, tentang ketegapannya, tentang semuanya. Meski tak pasti apakah cintanya bersambut sama.

Maka ditulisnyalah surat itu, memohon bertemu.

Dan ia mendapat jawaban. ”Ya”, katanya.

Akhirnya mereka bertemu di satu tempat yang disepakati. Berdua saja. Awal-awal tak ada kata. Tapi bayangan masing-masing telah merasuk jauh menembus mata, menghadirkan rasa tak karuan dalam dada. Dan sang gadis yang mendapati bahwa apa yang ia bayangkan tak seberapa dibanding aslinya; kesantunannya, kelembutan suaranya, kegagahan sikapnya. Ia berkeringat dingin. Tapi diberanikannya bicara, karena demikianlah kebiasaan yang ada pada keluarganya.

”Maha Suci Allah”, kata si gadis sambil sekilas kembali memandang, ”Yang telah menganugerahi engkau wajah yang begitu tampan.”

Sang pemuda tersenyum. Ia menundukkan wajahnya. ”Andai saja kau lihat aku”, katanya, ”Sesudah tiga hari dikuburkan. Ketika cacing berpesta membusukkannya. Ketika ulat-ulat bersarang di mata. Ketika hancur wajah menjadi busuk bernanah. Anugerah ini begitu sementara. Janganlah kau tertipu olehnya.”

”Betapa inginnya aku”, kata si gadis, ”Meletakkan jemariku dalam genggaman tanganmu.”

Sang pemuda berkeringat dingin mendengarnya. Ia menjawab sambil tetap menunduk memejamkan mata. ”Tak kurang inginnya aku berbuat lebih dari itu. Tetapi coba bayangkan, kulit kita adalah api neraka; yang satu bagi yang lainnya. Tak berhak saling disentuhkan. Karena di akhirat kelak hanya akan menjadi rasa sakit. dan penyesalan yang tak berkesudahan.”

Si gadis ikut tertunduk. ”Tapi tahukah engkau”, katanya melanjutkan, ”Telah lama aku dilanda rindu, takut, dan sedih. Telah lama aku merindukan saat aku bisa meletakkan kepalaku di dadamu yang berdegub. Agar berkurang beban-beban. Agar Allah menghapus kesempitan dan kesusahan.”

”Jangan lakukan itu kecuali dengan haknya”, kata si pemuda. ”Sungguh kawan-kawan akrab pada hari kiamat satu sama lain akan menjadi seteru. Kecuali mereka yang bertaqwa.”

Kita cukupkan sampai di sini sang kisah. Mari kita dengar komentar Syaikh ’Abdullah Nashih ’Ulwan tentangnya. ”Apa yang kita pelajari dari kisah ini?”, demikian beliau bertanya. ”Sebuah kisah yang indah. Sarat dengan ’ibrah dan pelajaran. Kita lihat bahwa sang pemuda demikian fasih membimbing si gadis untuk menghayati kesucian dan ketaqwaan kepada Allah.”

”Tapi”, kata beliau memberi catatan. ”Dalam kisah indah ini kita tanpa sadar melupakan satu hal. Bahwa sang pemuda dan gadis melakukan pelanggaran syari’at. Bahwa sang pemuda mencampuradukkan kebenaran dan kebathilan. Bahwa ia meniupkan nafas da’wah dalam atmosfer yang ternoda. Dan dampaknya bisa kita lihat dalam kisah; sang gadis sama sekali tak mengindahkan da’wahnya. Bahkan ia makin berani dalam kata-kata; mengajukan permintaan-permintaan yang makin meninggi tingkat bahayanya dalam pandangan syari’at Allah.”

Ya. Dia sama sekali tak memperhatikan isi kalimat da’wah sang pemuda. Buktinya, kalimatnya makin berani dan menimbulkan syahwat dalam hati. Mula-mula hanya mengagumi wajah. Lalu membayangkan tangan bergandengan, jemarinya menyatu bertautan. Kemudian membayangkan berbaring dalam pelukan. Subhanallah, bagaimana jika percakapan diteruskan tanpa batas waktu?

”Kesalahan itu”, kata Syaikh ’Abdullah Nashih ’Ulwan memungkasi, ”Telah terjadi sejak awal.” Apa itu? ”Mereka berkhalwat! Mereka tak mengindahkan peringatan syari’at dan pesan Sang Nabi tentang hal yang satu ini.”

Ya. Mereka berkhalwat! Bersepi berduaan. Ya. Sang pemuda memang sedang berda’wah. Tapi meminjam istilah salah seorang Akh yang paling saya cintai dalam ’surat cinta’-nya yang masih saya simpan hingga kini, ini adalah ”Da’wah dusta!” Da’wah dusta. Da’wah dusta. Di jalan cinta para pejuang, mari kita hati-hati terhadap jebakan syaithan. Karena yang tampak indah selalu harus diperiksa dengan ukuran kebenaran.

taken from: Jalan Cinta Para Pejuang/Cinta Bersujud Di Mihrab Taat/Selingan Cinta dari Khazanah Lama
by Salim A. Fillah

Rabu, 05 Agustus 2009

PENGEMIS itu,,?


Pada suatu hari sepasang suami isteri sedang makan bersama di rumahnya. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk seorang pengemis. Melihat keadaan pengemis itu, si isteri merasa terharu dan dia bermaksud hendak memberikan sesuatu. Tetapi sebelumnya sebagai seorang wanita yang shalihat dan patuh kepada suaminya, dia meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya, "Wahai Suamiku, bolehkah aku memberi makanan kepada pengemis itu ?".


Rupanya suaminya memiliki karakter berbeda dengan wanita itu. Dengan suara lantang dan kasar menjawab, "Tidak usah! usir saja dia, dan tutup kembali pintunya!" Si isteri terpaksa tidak memberikan apa-apa kepada pengemis tadi sehingga dia berlalu dengan kecewa.

Pada suatu hari yang naas, perdagangan leleki itu jatuh bangkrut. Kekayaannya habis dan ia menderita banyak hutang. Selain itu, karena ketidakcocokan sifat dengan isterinya, rumah tangganya menjadi berantakan sehingga terjadilah perceraian

Tidak lama sesudah masa iddahnya bekas isteri yang pailit itu menikah lagi dengan seorang pedagang dikota dan hidup berbahagia.

Pada suatu ketika wanita itu sedang makan dengan suaminya (yang baru),tiba-tiba ia mendengar pintu rumahnya diketuk orang. Setelah pintunya dibuka ternyata tamu tak diundang itu adalah seorang pengemis yang sangat mengharukan hati wanita itu. Maka wanita itu berkata kepada suaminya,"Wahai suamiku, bolehkah aku memberikan sesuatu kepada pengemis ini?". Suaminya menjawab, "Berikan makan pengemis itu!".

Setelah memberi makanan kepada pengemis itu isterinya masuk kedalam rumah sambil menangis. Suaminya dengan perasaan heran bertanya kepadanya,"Mengapa engkau menangis? apakah engakau menangis karena aku menyuruhmu memberikan daging ayam kepada pengemis itu?".

Wanita itu menggeleng halus, lalu berkata dengan nada sedih, "Wahai suamiku, aku sedih dengan perjalanan taqdir yang sungguh menakjubkan hatiku. Tahukah engakau siapa pengemis yang ada diluar itu ?............ Dia adalah suamiku yang pertama dulu."

Mendengar keterangan isterinya demikian, sang suami sedikit terkejut,tapi segera ia balik bertanya, "Dan, tahukah engkau siapa aku yang kini menjadi suamimu ini?.................. Aku adalah pengemis yang dulu diusirnya!".


***

Sahabatku, kehidupan ini adalah bagaikan roda, terkadang posisi kita diatas, terkadang posisi kita di bawah. Jadi, janganlah terlena ketika posisi kita diatas, sehingga tanpa sadar kita sombong dan merendahkan orang-orang dibawah kita. Karena siapa tahu, orang yang kita rendahkan tersebut suatu saat akan diatas kita. Dan sebaliknya janganlah engkau merasa minder dan takut, ketika posisi kita dibawah, karena siapa tahu suatu saat kita akan diatasnya.

Allah tidaklah memandang hamba-Nya sesuai gelar, pangkat, jabatan yang kita sandang, akan tetapi Allah memandang hamba-Nya sesuai dengan tingkat ketaqwaannya.
Wallahua’lam....


Segelas SUSU....


Suatu hari seorang bocah miskin sedang berjualan dari rumah ke rumah demi membiayai sekolahnya. Ia merasa lapar dan haus, tapi sayangnya ia hanya mempunyai sedikit sekali uang.

Anak itu memutuskan untuk meminta makanan dari rumah terdekat. Tetapi, saat seorang gadis muda membukakan pintu, ia kehilangan keberaniannya. Akhirnya ia hanya meminta segelas air putih untuk menawarkan dahaga. Gadis muda itu berpikir pastilah anak ini merasa lapar, maka dibawakannyalah segelas besar susu untuk anak tersebut.

Ia meminumnya perlahan, kemudian bertanya, "Berapa saya berhutang kepada Anda ?""Kamu tidak berhutang apapun kepada saya," jawabnya. "Ibuku mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk perbuatan baik yang kami lakukan."Anak itu menjawab, "Kalau begitu, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya yang terdalam."

Saat Howard Kelly - anak kecil yang miskin itu - meninggalkan rumah tersebut, dia bukan hanya merasa badannya lebih segar, tetapi keyakinannya pada Tuhan dan sesama manusia menjadi lebih kuat. Sebelumnya dia sudah merasa putus asa dan hampir menyerah.

Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari wanita muda tersebut mengalami sakit parah. Dokter yang menanganinya merasa bingung dan akhirnya mengirim wanita itu ke kota besar untuk mendapatkan pertolongan spesialis. Dr. Howard Kelly dipanggil untuk berkonsultasi.

Ketika ia mendengar nama kota tempat asal si pasien, ia segera pergi ke kamar tempat dimana wanita tersebut dirawat. Ia langsung mengenali dan memutuskan untuk melakukan hal terbaik yang bisa ia usahakan untuk menolongnya.

Sejak hari itu, ia memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Setelah melewati perjuangan panjang, peperanganpun dapat dimenangkan. Dr. Kelly dipanggil oleh pihak administrasi untuk menandatangani biaya yang harus dibayarkan oleh si wanita kepadanya. Ia melihat kepada kuitansi tersebut, dan kemudian menuliskan sesuatu. Kuintansi tersebut lalu di kirim ke kamar perawatan si wanita.

Wanita tersebut merasa takut untuk membukanya, karena ia merasa yakin bahwa ia tidak akan mampu membayarnya. Akhirnya dengan menguatkan hati, ia melihat ke kuintansi tersebut. Sebuah tulisan pada kuitansi telah menarik perhatiannya.

Ia membaca tulisan itu : "TELAH DI BAYAR PENUH DENGAN SATU GELAS SUSU." Tertanda, Dr. Howard Kelly.

Air mata mengalir dari matanya saat hatinya yang bahagia mengucapkan doa dan pujian :"Terima kasih Tuhan, kasihMu telah memancar melalui hati dan tangan manusia."

***

Sahabatku, begitulah arti ketulusan. Akan sangat terasa, mana pemberian dengan tulus dengan yang tidak. Mana senyuman yang tulus dan mana senyuman yang ketus. Ketulusan memberikan energi tersendiri kepada penerimanya. Akan terasa sangat berbeda ketika kita bertemu dengan seseorang, kemudia dia menyapa dengan tulus, senyum ikhlas, dengan raut muka cerah, maka tanpa terasa wajah cerah akan menular kepada diri kita. Sebaliknya ketika kita bertemu seseorang, disambut dengan wajah senyum ketus, ah saya yakin senyum kita juga akan menjadi ketus.

Terkadang hanya memberikan senyum tulus saja kita merasa berat, apalagi memberikan rasa tulus untuk memaafkan atas segala kesalahan seseorang.

Berlatihlah untuk berbuat tulus dan iklas, janganlah kita berharap balasan orang lain akan kebaikan kita. Akan tetapi yakinlah, Allah pasti akan membalas segala amal yang tulus dan ikhlas karena-Nya, baik itu balasan di dunia ataupun di akherat.